Thursday 26 December 2013

Biaya Mahal Pendidikan Tinggi di Tengah Ketidakpastian Ekonomi – Koneksi ke Internetlah solusinya

Biaya yang harus dikeluarkan para orang tua demi melihat anak-anak mereka dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi bagi masa depan mereka memang cukup mahal.  Sarah Lawrence College di New York, membuat urutan institusi-institusi pendidikan termahal di dunia, dan hasilnya sungguh mencengangkan, yaitu USD $61.234 .  Dengan rincian USD $45.900 untuk uang masuk, USD $14.312 untuk indekos, serta sisa USD $1.024 untuk biaya lain-lain.



Sungguh –siapa yang mampu membayar demi sebuah gelar ekonomi selama empat tahun kuliah tanpa ada jaminan kerja yang pasti?  Apakah kita sungguh-sungguh ingin membebani generasi penerus bangsa dengan utang-utang yang kelak akan sulit untuk diatasi?

Di Meksiko, biaya rata-rata untuk jenjang pendidikan tinggi mulai dari USD $11.777 sampai yang terendah USD $ 527.  Dan di Jepang, rata-rata para pelajar membayar USD $11.865. Dan hanya 33% dari keluarga di Australia yang mampu menyekolahkan anak mereka ke perguruan tinggi, sementara di negara seperti Inggris dan Wales, jumlah tersebut menurun menjadi hanya sekitar 21%.

Fakta ini hanya di negara-negara maju.  Sedangkan untuk negara-negara seperti Afghanistan, Honduras dan Somalia, pendidikan tinggi adalah hal terakhir yang diperhitungkan.  Karena negara-negara ini sibuk berjuang di berbagai bidang, seperti menghadapi penyakit, kemiskinan, dan pemerintahan yang tiran.

Lalu, apakah kita akan menyerah dan membiarkan negara-negara berkembang itu mendidik rakyat mereka sendiri? Lebih dari dua lusin universitas bergengsi di Amerika Serikat dan luar negeri lainnya mengatakan, “Tidak.”

Universitas-universitas seperti Brown, Columbia, Emory, Vanderbilt, dan Wesleyan saat ini menawarkan program-program gratis secara online, turut serta Mount Sinai School of Medicine, Berklee College of Music, Hebrew University of Jerusalem, University of British Columbia, University of London, University of Melbourne, dan Hong Kong University of Science and Technology.

Internet kembali menjadi sarana bagi dunia untuk memandang pendidikan dengan kacamata berbeda. Coursera, sebuah platform online yang memiliki sekitar 200 program kuliah dari 33 institusi, telah diikuti oleh lebih dari satu juta siswa di seluruh dunia. Situs lainnya, EdX yang didirikan oleh Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology mengizinkan SIAPA SAJA yang terkoneksi dengan internet untuk mendapatkan sertifikat program mandiri yang mereka tawarkan.

Namun demikian, tentunya tidak semua orang di dunia ini dapat mengakses listrik secara teratur,  apalagi sambungan internet. Maka kembali ke pertanyaan semula:   apakah kita akan menyerah begitu saja dan berjalan terus?

NGRLab tak pernah percaya bahwa menyerah adalah sebuah pilihan.  Kami mendedikasikan diri kami untuk mengembangkan sistem pembangkit listrik yang hemat biaya dan ramah lingkungan yang bertujuan untuk menghadirkan listrik ke negara-negara dunia ketiga.

Karena listrik adalah bibit bagi pertumbuhan semua inovasi modern.  Kami bukan saja ingin menawarkan rasa aman untuk memiliki energi mandiri dengan SH-Box, generator listrik portabel bagi setiap rumah, setiap pulau, melintasi gurun terkering dan tempat terbasah sekalipun, namun juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk dapat memperoleh pendidikan demi meningkatkan kualitas hidup mereka.

Tidak semua hal harus dibayar mahal di era ketidakpastian kondisi ekonomi seperti ini. Silakan lihat sendiri betapa sangat terjangkaunya SH-Box di situs web www.nrglab.asia  dan cari tahu waktu kami mengadakan lelang berikutnya.


Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 10 Mei: http://www.energybiz.com/blog/13/05/higher-education-failing-enter-internet-save-day

Biaya Mahal Pendidikan Tinggi, Ketidakpastian Ekonomi, Sarah Lawrence college, sh-box, nrglab, edx 

No comments:

Post a Comment