Industri
energi Inggris Raya berisiko kolaps apabila pemerintahnya tidak dapat mencapai
kesepakatan dalam hal titik harga listrik £14 miliar yang direncanakan dari
PLTN di Hinkley Point dengan EDF Energy.
Menurut
Lord Hutton, kepala Asosiasi Industri Nuklir, ketegangan dalam negosiasi dapat
membuat takut para calon investor untuk berinvestasi dalam proyek-proyek energi
lainnya. “Apabila tidak ada kesepakatan yang dapat dibuat untuk nuklir baru,
apakah bisa ada kesepakatan untuk tenaga angin lepas pantai atau pengumpulan
dan penyimpanan karbon?”
Apabila negosiasi-negosiasi gagal, masa depan EDF yang
berpengaruh di Inggris Raya bakalan tidak pasti. Saat ini, EDF memegang delapan
PLTN, mempekerjakan lebih dari 200.000 orang dan melayani 5,7 juta pelanggan
diseluruh Inggris Raya. Namun, PLTN-PLTN yang ada diperkirakan akan berhenti
menghasilkan listrik dalam waktu sepuluh tahun mendatang. Lalu bagaimana
selanjutnya?
Lord Hutton sedang mengadakan pertemuan dengan para
jajaran eksekutif EDF Perancis dan juga Energy
Secretary Inggris Raya, Stephen Lovegrove, dan Treasury Minister, Lord Deighton.
Negosiasi berpusat pada jaminan titik harga untuk listrik selama 30
tahun mendatang – harga di mana pemerintah berencana untuk memberi subsidi
melalui pajak energi.
Namun, kedua belah pihak berbeda pendapat dalam hal biaya
operasional untuk PLTN dan IRR bagi EDF. Menurut perkiraan Hutton sekitar £3
miliar dapat dipangkas dari biaya konstruksi karena desain sebelumnya dan
pengembangan fasilitas nuklir Inggris lainnya. “Tenggat waktu adalah yang
terpenting dan diperlukan,” dia menekankan. “EDF Energy telah menghabiskan £1
miliar dan saat ini proyek membebani perusahaan £1 juta setiap harinya.”
(Artinya lebih dari £100 juta yang dikeluarkan EDF sejak mereka gagal memenuhi
tenggat waktu untuk membuat kesepakatan dari Desember silam!)
CEO EDF, Henri Proglio, minggu lalu mengatakan bahwa ia
mengharapkan kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan “dalam waktu
sebulan.” Ini setelah EDF melewatkan
tenggat waktu Maret lalu.
Kritik tentang kesepakatan dengan EDF mengatakan bahwa
kesepakatan apapun yang dihasilkan akan memperbudak para konsumen di
tahun-tahun mendatang, memaksa mereka membayar miliaran poundsterling kepada
Prancis. Mereka juga mengatakan kemajuan dalam industri gas sebagai,
berpotensi, menjadi solusi masa depan yang lebih terjangkau.
Namun, baik nuklir maupun gas alam sama-sama merupakan
sumber energi yang menghasilkan EMISI KARBON. Jika salah satu yang menjadi
industri utama di Inggris, maka hanya akan menjadi penyumbang efek spiral
pemanasan global.
“Biarkan saja pada
masing-masing perangkatnya, pasar tidak akan memilih untuk berinvestasi pada
infrastruktur rendah-karbon yang padat modal,” ujar Hutton. “Ini akan membawa kita ke masa depan yang
semakin bergantung pada impor gas yang mengandung banyak karbon dan berbahaya.
Jelas-jelas ini adalah arah yang salah untuk diikuti, dan itulah sebabnya kita
tidak boleh melupakan hal ini dalam negosiasi-negosiasi saat ini“.
Ia benar. Meskipun kita telah bergantung pada bahan bakar
fosil sejak Revolusi Industri bukan berarti kita terpaksa menyerah pada
permintaan tidak masuk akal dari para eksekutif korporasi yang kemaruk. Pasar
bebas seharusnya benar-benar bebas. Orang-orang seharusnya bebas untuk memilih
pemasok energi mereka sendiri. Seharusnya mereka bebas dari rasa takut untuk
berinvestasi dalam teknologi baru yang inovatif.
Teknologi seperti SH-box dari NRGLab yang bebas emisi.
Ringan. Hemat biaya. Pelajari selengkapkan dengan mengunjungi situs web
nrglab.asia, sebelum krisis energi menghampiri Anda dan rumah Anda.
Diterjemahkan dari
Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 14 April: https://officialnrglab.wordpress.com/2013/04/14/u-k-s-energy-industry-on-the-verge-of-collapse/
[ industri energi, Departemen Energi AS, energi, alternative energy, PLTN, Hinkley Point, EDF Energy, Asosiasi Industri Nuklir, Stephen Lovegrove, nrglab sh-box, sh-box, nrglab ]
No comments:
Post a Comment