Menurut penelitian yang diterbitkan oleh National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA), emisi karbon telah meningkat hampir tiga juta ppm (part per million) dari tahun lalu hingga
sekarang – lonjakan terbesar kedua dalam lima puluh tahun terakhir. ‘Parts per million’ itu setara dengan
jumlah partikel karbon relatif terhadap oksigen di atmosfer – artinya udara
yang kita hirup perlahan-lahan menjadi kurang bisa dihirup.
“Memangnya kenapa?” Anda bertanya. “Itu kan hanya udara saja…”
Begini, kenaikan ini juga berarti “prospek untuk menjaga target perubahan
iklim tetap di bawah 1,9 derajat menjadi hilang begitu saja,” ungkap Pieter
Tans, salah seorang ilmuwan NOAA yang beroperasi dari Laboratorium Climate
Monitoring and Diagnostics. Kenaikan ini
juga 41% lebih tinggi daripada selama periode
praindustri. Sejak saat itu suhu global
telah menaik 0,7 derajat Celsius.
John Reilly, Co-Director Science and Policy dari Global Change,
memperkirakan bahwa suhu akan meningkat antara 1,3 dan 2,3 derajat Celsius antara sekarang dan
tahun 2050. Kalau terjadi begitu, dunia akan menjadi seperti apa?
Produksi bahan makanan akan menjadi tidak stabil karena pola cuaca yang
tidak bisa diprediksi. Badai super akan berhenti menjadi ‘super’ – badai hanya
akan menjadi normal. Samudera-samudera akan menaik. Akan lebih banyak sinar UV
yang menembus atmosfer, yang berarti makin banyak kasus kanker kulit. Premi
asuransi akan lebih tinggi. Mengarah pada reformasi medis.
Dan pajak lebih tinggi.
Efek pemanasan global melebar jauh melampaui masalah lingkungan, yang seharusnya
menjadi perhatian utama masyarakat. Namun, bagi mereka di luar sana yang
kesulitan melihat dua puluh lima tahun atau lima puluh tahun ke depan, coba
tanyakan pada diri sendiri mengapa tagihan energi dan pajak semakin bertambah
pada periode ketika bumi semakin menghangat.
Semuanya saling berhubungan. Ini bukan hanya prinsip filosofi semata: ini
merupakan sebuah aspek kehidupan kita sehari-hari. Kami telah mengenali sumber
lonjakan emisi karbon: bahan bakar fosil. Bagaimanapun, negara-negara canggih
seperti Singapura dan Jerman bekerja ke arah sumber-sumber energi alternatif, memperhatikan
masalah konsumsi; negera-negara berkembang, dalam upaya mengejar ketertinggalan
mereka, justru membakar minyak lebih banyak daripada sebelumnya.
Sekali lagi (dan tidak untuk menekankan intinya terlalu
jauh), krisis iklim yang saat ini kita hadapi tidak dapat diselesaikan hanya
oleh satu bangsa saja. Hal ini memperlukan kerja sama – kemitraan publik, swasta,
dan federal bersama-sama menghadapi kenyataan pahit akibat konsumsi minyak yang
seenaknya terhadap dunia kita.
Dengan memperkenalkan SH-box ke pasaran, tujuan NRGLab adalah membuat
pemanasan global bergeming. Mempertahankan kenaikan suhu di bawah 1,9 derajat
Celsius akan memungkinkan dunia untuk memusatkan perhatian untuk menyelesaikan
berbagai masalah fundamental lain yang kita hadapi saat ini. Seperti perang.
Ketidaktoleransian antar agama. Reformasi pendidikan. Pemanasan global hanya
sebuah permulaan saja.
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal
di 7 Maret http://www.energybiz.com/blog/13/03/carbon-out-control?quicktabs_4=0&quicktabs_11=1
[ emisi carbon, NOAA, National Oceanic and Atmospheric Administration, John Reilly, Global Change, sh-box, nrglab, nrglab ana shell, nrglab sh-box ]
No comments:
Post a Comment