Biaya
yang harus dikeluarkan para orang tua demi melihat anak-anak mereka dapat
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi bagi masa depan mereka memang cukup mahal. Sarah Lawrence College di New York, membuat
urutan institusi-institusi pendidikan termahal di dunia, dan hasilnya sungguh
mencengangkan, yaitu USD $61.234 .
Dengan rincian USD $45.900 untuk uang masuk, USD $14.312 untuk indekos,
serta sisa USD $1.024 untuk biaya lain-lain.
Sungguh
–siapa yang mampu membayar demi sebuah gelar ekonomi selama empat tahun kuliah
tanpa ada jaminan kerja yang pasti?
Apakah kita sungguh-sungguh ingin membebani generasi penerus bangsa
dengan utang-utang yang kelak akan sulit untuk diatasi?
Di
Meksiko, biaya rata-rata untuk jenjang pendidikan tinggi mulai dari USD $11.777
sampai yang terendah USD $ 527. Dan di
Jepang, rata-rata para pelajar membayar USD $11.865. Dan hanya 33% dari
keluarga di Australia yang mampu menyekolahkan anak mereka ke perguruan tinggi,
sementara di negara seperti Inggris dan Wales, jumlah tersebut menurun menjadi
hanya sekitar 21%.
Fakta
ini hanya di negara-negara maju.
Sedangkan untuk negara-negara seperti Afghanistan, Honduras dan Somalia,
pendidikan tinggi adalah hal terakhir yang diperhitungkan. Karena negara-negara ini sibuk berjuang di
berbagai bidang, seperti menghadapi penyakit, kemiskinan, dan pemerintahan yang
tiran.
Lalu,
apakah kita akan menyerah dan membiarkan negara-negara berkembang itu mendidik
rakyat mereka sendiri? Lebih dari dua lusin universitas bergengsi di Amerika
Serikat dan luar negeri lainnya mengatakan, “Tidak.”
Universitas-universitas
seperti Brown, Columbia, Emory, Vanderbilt, dan Wesleyan saat ini menawarkan
program-program gratis secara online, turut serta Mount Sinai School of
Medicine, Berklee College of Music, Hebrew University of Jerusalem, University
of British Columbia, University of London, University of Melbourne, dan Hong
Kong University of Science and Technology.
Internet
kembali menjadi sarana bagi dunia untuk memandang pendidikan dengan kacamata
berbeda. Coursera, sebuah platform online yang memiliki sekitar 200 program
kuliah dari 33 institusi, telah diikuti oleh lebih dari satu juta siswa di
seluruh dunia. Situs lainnya, EdX yang didirikan oleh Harvard University dan
Massachusetts Institute of Technology mengizinkan SIAPA SAJA yang terkoneksi dengan internet untuk mendapatkan
sertifikat program mandiri yang mereka tawarkan.
Namun
demikian, tentunya tidak semua orang di dunia ini dapat mengakses listrik
secara teratur, apalagi sambungan
internet. Maka kembali ke pertanyaan semula:
apakah kita akan menyerah begitu saja dan berjalan terus?
NGRLab
tak pernah percaya bahwa menyerah adalah sebuah pilihan. Kami mendedikasikan diri kami untuk
mengembangkan sistem pembangkit listrik yang hemat biaya dan ramah lingkungan
yang bertujuan untuk menghadirkan listrik ke negara-negara dunia ketiga.
Karena
listrik adalah bibit bagi pertumbuhan semua inovasi modern. Kami bukan saja ingin menawarkan rasa aman
untuk memiliki energi mandiri dengan SH-Box, generator listrik portabel bagi
setiap rumah, setiap pulau, melintasi gurun terkering dan tempat terbasah
sekalipun, namun juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk dapat memperoleh
pendidikan demi meningkatkan kualitas hidup mereka.
Tidak
semua hal harus dibayar mahal di era ketidakpastian kondisi ekonomi seperti
ini. Silakan lihat sendiri betapa sangat terjangkaunya SH-Box di situs web www.nrglab.asia dan cari tahu waktu kami mengadakan lelang
berikutnya.
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli
di publikasikan tanggal di 10 Mei: http://www.energybiz.com/blog/13/05/higher-education-failing-enter-internet-save-day
Biaya Mahal Pendidikan Tinggi, Ketidakpastian Ekonomi, Sarah Lawrence college, sh-box, nrglab, edx
No comments:
Post a Comment